Pada dasarnya saya dan Anda adalah penentu pilihan yang tidak terbatas. Dalam setiap kesempatan keberadaan kita, kita berada di dalam padang segala kemungkinan, dan kita memiliki jalan masuk ke pilihan-pilihan yang tak terbatas. – Deepak Chopra

Salah satu unsur cinta dewasa adalah empati: mengambil kepentingan pihak lain yang kita cintai menjadi concern (perhatian) kita. Lalu kekasih kita haus, maka kita yang gugup mencarikan air minum. Kalau kekasih kita terluka, perasaan kita yang mengucurkan darah. Kata penyair Sutardji Calzoum Bahri: yang terluka padamu, berdarah padaku. -- Emha Ainun Nadjib

Tiada seorang pun mampu mengada tanpa karena..

Aku Hanyalah Aku

Diposting oleh Pekat Pena Sang Bocah Minggu, 21 November 2010

Sebuah perjalan hidup yang mengantarkanku ketempat ini. Orang tua mana yang tak ingin melihat anaknya tumbuh menjadi seseorang yang mandiri dan berhasil. Dengan terpaksa aku harus masuk sekolah asrama demi membahagiakan kedua orang tuaku. karena aku bukanlah seorang anak yang selalu membantah apa yang orang tuaku katakan dan inginkan.
Sisi lain mungkin kedua orang tuaku sengaja memasukanku keasrama  agar aku bisa menjadi orang yang lebih baik. Karena aku tak seperti kakak, dengan prestasi yang ia raih , piala-piala yang berjajar dilemati kaca ruang tamu, membuat bangga kedua orang tuaku.
Tapi aku senang masuk asrama, karena niatku untuk menjauhkan diri dari kata-kata yang selalu membuat telingaku panas mendengar pujian ayah dan ibu setiap kali kakak mendapatkan juara kelas ataupun prestasi lain.
Aku selalu terpuruk,ayah dan ibu selalu membanggakan kakak. Berbeda dengan aku, aku hanya orang yang bodoh, lemah dan memalukan.
Suatu ketika sempatku mendapat kabar dari pembimbing asrama, bahwa keluargaku pindah rumah ke Jakarta, tanpa mengabariku terlebih dahulu. Sedangkan aku hanya tinggal disebuah asrama yang cukup terkenal yang ada di Bandung. Sempat aku  berfikir, "apakah aku hanya anak yang terbuang?"
Memang selama aku tinggal di asrama, aku tak pernah merasa kekurangan. ayah dan ibu selalu mentrasfer uang untuk biaya kebutuhanku. Namun tak pernah kunjung datang untuk menjengukku. sesekali menelefun, itu pun hanya menanyakan tentang kabar keberadaanku, itu pun jarang.
Enam tahun lamanya, kini waktuku harus keluar dari asrama. Karena aku harus melanjutkan sekolahku ke jenjang yang lebih tinggi.
Saat kelulusan kelas tiga sekolah menengah atas tiba, aku menantikan kehadiran keluargaku yang telah lama tak jumpa. Kupandangi  tiap mobil yang baru terparkir di halaman gedung aula. Hingga acara kelulusan berakhir, ternyata tak ada seorang pun yang menghampiriku. Penantian itu hanya hayalan, aku hanya membawa nilai keberhasilanku sendirian dengan darapan yang hampa. Terlihat semua orang bahagia dengan keberhasilan anaknya, cahaya digital tampak sebagai bukti pengabadian kebahagian.
Saat ini aku hanyalah seorang diri, tak dapat kuteteskan air mata, namun hanya membelenggu didada. Aku berfikir "tak ada guna menantikan harapan yang tak pasti".
Aku berlari, dan terus berlari, menggapai semua mimpi, meratapi jalanan sepi. Hilang semua beban dalam hidup.
Yang aku rasa saat ini. Bahwa aku ada di dekat mereka, tapi aku tak bisa berkata. Aku hanya bisa meneteskan air mata di atas ranjang rumah sakit, dengan jarum infus yang menusuk tanganku, dan tabung oksigen yang membantuku untuk tetap bertahan hidup. Beberapa hari aku tak sadarkan diri, aku dalam keadaan antara hidup dan mati.
Sedikit terbayang, saatku berlari itu, truk besar yang menghilangkan semua kesedihan, hingga aku tak ingat dengan apa yang telah terjadi.
Padahal di hari kelulusan itu ingin menunjukkan keberhasilanku, bahwa aku bisa seperti kakak, dengan piala dan piagam yang telahku raih menantikan semua keluarga. Namun semuanya hanya sebatas hayalan.
Sekarang aku dapat merasa kehadiran mereka untuk selamanya, tapi aku tak dapat lagi melihat siapa ayah, ibu dan kakak. Kakak yang yang dulu ayah dan ibu banggakan, sekarang berubah menjadi seseorang yang dinantikan pria-pria kesepian, kehidupan malam menjadi dunianya.
Kini dengan tanpa kedua mataku, mampukah aku mengubah semua kehidupan yang telah lalu? masihkah aku seorang anak yang tersisihkan?
Jalan kehidupan yang membuatku antara ada dan tiada.


"Salam kehidupan..."
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, mohon maaf apabila ada kesamaan alur cerita.
Penulis hanya menggambarkan cerita tentang hayal d kalangan anak asrama. Dan si penulis hanya berharap cerita ini bisa di jadikan sebagai ibroh bagi realita-realita kehidupan yang ada.

Posting Komentar